KefeBerita.com, Blitar – Warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mengaku kaget setelah mengetahui tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025 melonjak tajam. Kenaikan yang di beberapa wilayah mencapai 300 persen ini menimbulkan keluhan, terlebih karena tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya.
Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah Kabupaten Blitar, Roni Arif Satriawan, membenarkan adanya kenaikan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa penyesuaian tarif tidak berlaku di seluruh wilayah. Menurutnya, perubahan ini merupakan konsekuensi dari amanat undang-undang pemerintah pusat yang mewajibkan pembaruan data objek pajak secara rutin.
“Naik tapi secara parsial. Bagi desa-desa yang melaksanakan kegiatan Sismiop, desa-desa yang melakukan kegiatan update NJOP, desa-desa yang melaksanakan kegiatan pendataan bangunan bersama dengan desa, itu yang mengalami kenaikan. Yang lain itu relatif stagnan,” jelas Roni saat dikonfirmasi di kantornya, Jumat (15/8/2025).
Roni memaparkan, pembaruan data tersebut dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP) pada desa atau kelurahan tertentu. Pemutakhiran data ini mempengaruhi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang kemudian berdampak pada besaran PBB.
“Karena ada pemutakhiran itu, jadi secara total kenaikan (PBB dari) 2024 ke 2025 itu hanya 1,4 persen. Ada 3 desa Sismiop, kemudian 13 desa update NJOP, dan 12 desa pendataan bangunan bersama dengan desa,” tambahnya.
Warga Kaget Tagihan Naik Drastis
Meski disebut hanya parsial, fakta di lapangan menunjukkan lonjakan signifikan. Seorang warga Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Garum, menceritakan pengalamannya saat mengecek tagihan PBB ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Iya kaget juga, biasanya itu pajak PBB saya di sekitaran Rp10 ribu per tahun. Kemarin 2024 itu naik sedikit jadi Rp13 ribu, nah puncaknya kemarin pas lagi ramai-ramai ada kasus pajak naik di Pati, saya coba datang ke Bapenda mengecek, lho kok bisa-bisanya jadi Rp55 ribu,” ujarnya.
Warga tersebut menilai, selain besarnya kenaikan, ketiadaan sosialisasi menjadi masalah utama. Ia membandingkan dengan kasus di Kabupaten Pati, di mana pemerintah daerah sempat menggelar rapat bersama Pasopati (Paguyuban Solidaritas Kepala dan Perangkat Desa Kabupaten Pati) pada 18 Mei 2025 sebelum menetapkan kenaikan PBB-P2 sebesar ±250 persen.
“Saya hitung, saya bandingkan dengan Pati, ternyata Kabupaten Blitar lebih besar, 300 persen lho. Terus terang ini membebani pengeluaran kita, di tengah ekonomi lagi sulit. Kalau naikkan pajak kabar-kabar dulu lah, atau sosialisasi dulu. Kalau naik secara diam-diam seperti ini saya rasa lebih parah sih dari kasusnya Bupati Pati,” sambungnya.
Minim Sosialisasi, Beban Ekonomi Meningkat
Kenaikan PBB secara tiba-tiba di Kabupaten Blitar membuka celah perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Bapenda menganggap kenaikan yang terjadi wajar dan terbatas pada wilayah tertentu, sedangkan sebagian warga merasakan beban besar akibat lonjakan tarif yang dianggap terlalu tinggi.
Minimnya sosialisasi membuat informasi mengenai pembaruan NJOP dan pemutakhiran data pajak tidak sampai secara merata ke masyarakat. Di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, kebijakan ini justru berpotensi memicu keresahan dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah.