KafeBerita.com, Blitar – Ribuan warga tampak memadati kawasan Alun-Alun Kanigoro, Kabupaten Blitar, Sabtu malam (27/7/2025), dalam kemeriahan Festival Langen Beksan digawangi Guntur Anggota DPRD Jawa Timur Wahono.
Panggung megah berdiri di tengah alun-alun, dikelilingi penonton yang antusias menyaksikan pertunjukan seni tari tradisional khas Jawa tersebut. Pancaran lampu sorot, ratusan penari dengan kostum khas, serta tabuhan musik tradisional menambah semarak suasana malam yang penuh nilai budaya.
Festival yang berlangsung sejak sore pukul 07.00 WIB hingga malam hari itu menghadirkan tak kurang dari 25 grup kesenian rakyat, berasal dari berbagai daerah seperti Blitar, Tulungagung, Malang, Lamongan, hingga Tuban. Diperkirakan ada sekitar 500 penari yang berpartisipasi. Dua aliran utama Langen Beksan yang ditampilkan malam itu adalah versi Tulungagung dan versi Malang, masing-masing dengan ciri khas gerak dan irama yang berbeda.
Anggota DPRD Jawa Timur Guntur Wahono, mengatakan festival ini menjadi bentuk komitmen pelestarian budaya Jawa, khususnya Langen Beksan. Ia menjelaskan bahwa Langen Beksan berasal dari kata Jawa Kuno ‘klangen’ (kesukaan) dan ‘beksan’ (tarian), yang awalnya merupakan wujud rasa syukur masyarakat atas panen yang melimpah.
“Tradisi ini muncul sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan, khususnya kepada Dewi Sri, dewi padi, karena hasil panen melimpah. Lalu diwujudkan dalam tarian bersama, laki-laki dan perempuan. Dulu juga menjadi penyambutan tamu saat era Majapahit, terutama saat ada tokoh kerajaan datang nyekar ke Candi Simping,” tutur Guntur yang juga menjabat Sekretaris Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan Jawa Timur.
Ia juga menyinggung pergeseran makna yang terjadi di masa penjajahan Belanda, ketika budaya ini dicampur dengan konsumsi minuman keras hingga muncul kesan negatif pada beberapa pertunjukan yang dikenal sebagai “Langen Tayuban”. Guntur menegaskan pentingnya mengembalikan Langen Beksan kepada nilai luhur aslinya.
“Kalau sudah tercampur minuman keras, maknanya berubah. Padahal ini tradisi sakral, harus dijaga kemurniannya. Maka kita kembalikan ke pitohnya, ke esensinya. Festival ini bagian dari ikhtiar itu,” tambahnya.

Menurut Guntur, festival ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan ajang pembelajaran dan meluruskan kesenian agar kembali ke akarnya.
“Kita ingin teman-teman pelestari Langen Beksan tahu seperti apa penyaji terbaik itu. Yang belum bagus, bisa belajar, bisa latihan lagi. Harapannya, kita punya seniman yang semakin kuat secara kualitas. Dan tentu saja kita dorong regenerasi. Harus ada anak-anak muda yang ikut, minimal 30 persen dari total peserta,” jelasnya.
Suasana semakin meriah ketika penonton dan tamu undangan diajak ikut berjoget bersama di akhir acara. Guntur berharap, dengan cara seperti ini, masyarakat makin dekat dan bangga terhadap budaya daerahnya sendiri. Tampak pejabat daerah turut menghadiri seperti Bupati Blitar Rijanto, Ketua DPRD Kabupaten Blitar Supriadi, Ketua Dekopinwil Jatim, Slamet Sutanto, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Blitar Suhendro Winarso dan sejumlah pejabat dari kecamatan hingga desa di Kabupaten Blitar.
“Kalau generasi muda tidak kita libatkan, budaya ini bisa hilang. Maka kami rangkul semuanya, agar Langen Beksan tetap hidup, tetap jadi identitas masyarakat Jawa,” pungkasnya.
Festival Langen Beksan ini menjadi salah satu wujud nyata upaya melestarikan warisan budaya leluhur, sekaligus membuktikan bahwa seni tradisi masih mampu menjadi magnet kuat yang menyatukan masyarakat lintas usia di tengah arus budaya modern.