KafeBerita.com, Blitar – Jika slow response adalah seni, maka RSUD Mardi Waluyo Blitar layak dinobatkan sebagai maestro. Turunnya performa rumah sakit milik pemkot ini telah memantik kepanikan Komisi I DPRD Kota Blitar, hingga mendesak pemerintah kota agar segera bertindak sebelum segalanya benar-benar kolaps.
Dalam kunjungannya Kamis (22/5/2025), Komisi I menemukan fakta pahit: RSUD dalam keadaan tidak baik-baik saja. Jumlah pasien merosot, pendapatan defisit, dan tunggakan hak atau gaji pegawai menumpuk hingga Rp 12 miliar.
“Pak Wali Kota harus turun langsung melihat situasi ini. Jangan sampai rumah sakit sebagai layanan vital masyarakat ini terus terpuruk,” tegas Ketua Komisi I Agus Zunaedi.
Ketua Komisi I itu pun geram, mengingat pemasukan RSUD menjadi penyumbang terbesar Pemerintah Kota Blitar. Apalagi jika melihat kebelakang sumbangan PAD rumah sakit ini tergolong stagnan rata-rata 100 miliar pertahun bahkan akhir-akhir menunjukkan penurunan.
“Kami desak agar segera ada tindakan. RSUD ini penyumbang PAD terbesar, tak boleh dibiarkan lesu begitu saja,” tandas Agus berharap ada tindakan cepat.
Yang lebih menggelitik, direktur RSUD, dr. M Muchlis, dengan jujur mengakui kegagalan manajemen.
“Intinya, pendapatan kami kalah dengan pengeluaran. Bisa dibilang, kami kalah secara bisnis. Sedikit demi sedikit defisit,” ungkap Muchlis.
Ironis, rumah sakit yang seharusnya menjadi penyumbang PAD terbesar justru terancam bangkrut karena business as usual yang tak kunjung dibenahi. Tak cukup sampai di situ, Muchlis juga mengungkap kekhawatiran dari pendapatan rumah sakit yang paling besar bergantung pada klaim BPJS Kesehatan ini terus menurun.
“Kalau begini terus, bukan tidak mungkin kami akan terlilit utang. Pendapatan tetap, biaya operasional naik, akhirnya tekor. Bisa-bisa kolaps,” ujar Muchlis.
Alih-alih sinyal darurat, pernyataan ini justru terdengar seperti pengakuan resign dari tanggung jawab.
Muchlis menyinggung Faktor eksternal menjadi salah satu penyebab kolapsnya keuangan rumah sakit, meski tidak menjelaskan faktor apa itu. Disamping ada masalah internal seperti pelayanan yang kurang ramah atau kurang humanis menjadi sorotan nyata masyarakat.
“Kami telusuri apakah ada pelayanan yang kurang ramah atau humanis. Semua divisi kami evaluasi,” ujarnya.
Diretur yang segera memasuki masa pensiun ini juga menyatakan komitmen untuk membenahi rumah sakit milik Pemerintah Kota Blitar.
“Kami ingin hadir sebagai rumah sakit yang ramah, profesional, dan melayani masyarakat dengan humanis. Ini proses, dan kami sedang berbenah,” pungkasnya.